Ojek Online: Antara Kemudahan, Ketidakpastian, dan Perjuangan Hak
Pengemudi Ojol dikabarkan akan lakukan demo besar-besar Selasa, 20 Mei 2025 (Foto hasil tangkapan layar dari https://ekbis.sindonews.com) |
MENJUAL HARAPAN - Ojek online-populer disebut Ojol, dalam beberapa tahun terakhir, memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari mobilsasi kehidupan masyarakat di Indonesia. Layanan ini menawarkan kemudahan mobilitas, pengiriman barang, hingga pemesanan makanan dengan harga yang relatif terjangkau.
Akan tetapi, di balik kemudahan dan kenyamanan yang dirasakan pelanggan, terdapat dinamika kompleks yang dihadapi para pengemudi ojol, terutama terkait kesejahteraan, dan regulasi yang mengatur hubungan mereka dengan perusahaan aplikator.
Hari ini, Selasa 20 Mei 2025, dikabarkan ribuan pengemudi ojol di berbagai kota di Indonesia, akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran sebagai bentuk protes terhadap kebijakan aplikator yang dinilai merugikan mereka.(lihat: economy.okezone.com dan radarkudus.jawapos.com).
Demo itu, salah satu tuntutan pertama dan utama, adalah penurunan potongan aplikasi yang selama ini dianggap terlalu tinggi, bahkan mencapai 50% dari pendapatan mitra, jauh melebihi batas maksimal 20% yang ditetapkan oleh regulasi pemerintah (lihat: radarkudus.jawapos.com dan beritasatu.com). Selain itu juga, para pengemudi menyoroti skema tarif hemat yang dinilai menekan pendapatan mereka serta sistem kemitraan yang tidak memberikan perlindungan layak bagi pekerja. ( lihat: beritasatu.com).
Aksi ini tidak hanya sekadar unjuk rasa, namun juga mencerminkan keresahan yang telah lama dirasakan oleh para pengemudi ojol. Sejak 2022, berbagai keluhan telah disampaikan, namun respons dari pemerintah dan aplikator dinilai belum cukup untuk memberikan solusi konkret (Lihat: prfmnews.pikiran-rakyat.com).
Mereka, para pengemudi menuntut adanya regulasi yang lebih berpihak kepada mereka, termasuk penetapan tarif yang lebih adil, penghapusan skema prioritas yang diskriminatif, serta perlindungan sosial seperti jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan. (lihat: beritasatu.com).
Di sisi lain, perusahaan aplikator berargumen bahwa skema bagi hasil yang diterapkan sudah sesuai dengan regulasi dan mempertimbangkan keberlanjutan bisnis (lihat: ekbis.sindonews.com). Mereka juga menyebutkan bahwa biaya operasional dan layanan turut mempengaruhi struktur tarif yang dikenakan kepada pelanggan dan mitra pengemudi (lihat: ekbis.sindonews.com). Namun, bagi para pengemudi, kebijakan ini masih dirasa kurang transparan dan lebih menguntungkan pihak aplikator dibandingkan mereka yang berada di lapangan.
Demo besar-besaran yang akan digelar hari ini (Selasa/20/2025), menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan yang mengatur ekosistem transportasi daring. Bila tuntutan para pengemudi tidak segera ditanggapi dengan kebijakan yang lebih berpihak, maka ketidakpuasan ini berpotensi terus berulang, dan bahkan bisa berdampak pada stabilitas industri transportasi online di Indonesia.
Tampak, perlu ada dialog yang lebih konstruktif antara pemerintah, aplikator, dan pengemudi untuk menemukan solusi yang berimbang. Oleh karena, ojek online telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modern, dan bahkan keberlanjutan industri ini harus didukung dengan kebijakan yang adil bagi semua pihak.
Tanpa keseimbangan antara kepentingan bisnis dan kesejahteraan pekerja, industri ini bisa kehilangan fondasi utamanya, yakni para pengemudi yang setiap hari menggerakkan roda ekonomi digital Indonesia. (Silahudin, Pemerhati Sosial Politik)