HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

“Mun Kiruh Ti Girang Komo Ka Hilirna”, Refleksi Dalam Pergulatan Kehidupan



MENJUAL HARAPAN – Suatu tatanan kehidupan berbagai aspek atau dimensi, sangat penting. Tatanan yang baik memberikan kontribusi yang baik pula, sebaliknya tatanan yang buruk atau tidak baik, begitu juga.

Oleh karena itu, bangunan “institusi” kehidupan yang eksis dewasa ini, baik dalam soal politik, ekonomi dan hukum, merupakan cerminan tatanan yang dibangun oleh kelompok masyarakat. 

Bahkan dalam bangunan yang mewujud, secara sadar atau tidak cerminan dari pergulatan interaksi kepentingan-kepentingan kelompok masyarakat yang disepakati (consensus).

Dalam tataran peribahasa Sunda ada yang dinamakan dengan “mun kiruh ti girang, komo ka hilirna”. Arti harfiah peribahasa Sunda ini adalah jika keruh dari hulu, maka akan semakin keruh ke hilir. 

Peribahasa Sunda tersebut juga bisa ditarik secara kiasan, yaitu: jika pemimpin atau kondisi awal sudah buruk, maka keadaan selanjutnya semakin memburuk.

Tesis ini saya menyebutnya, menarik untuk ditelisik dalam pergulatan pergaualan berbagai dimensi kehidupan. 

Dalam perspektif sosial budaya, peribahasa Sunda ini memiliki makna atau pandangan filosofis tentang kepemimpinan, dimana kualitas seorang pemimpin, berpengaruh atau sangat kontirbutif menentukan kondisi yang dipimpinnya.

Dalam bahasa lain, proses suatu “peristiwa” atau kondisi berawal dari titik awal. Maksudnya, bilama titik awal sudah buruk, secara sadar atau tidak sulit untuk mencapai hasil yang baik.

Peribahasa Sunda “mun kiruh ti girang, komo ka hilirna” memberi pesan penting dalam berbagai siklus. Artinya, rangkaian peristiwa atau masalah yang ada (dewasa ini), merupakan reaksi panjang  yang tidak diatasi sejak awal secara sungguh-sungguh, sehingga masalah tersebut berulang dan membesar. 

Begitu juga dalam tatanan penyelenggaraan roda pemerintahan (negara), kualitas pemimpin sangat menentukan arah suatu negara dalam mewujudnyatakan tujuan-tujuan negaranya yang diamanatkan oleh konstitusinya.

Pesan krusial yang terkandung dalam peribahasa Sunda tersebut, pertama, pentingnya kepemimpinan, yaitu pemimpin harus memiliki kualitas yang baik dalam membawa perubahan positif dalam berbagai dimensi kehidupan.

Kedua, memiliki kepekaan antisipasi masalah. Dalam arti, masalah yang ada atau muncul harus segera diatasi sejak dini, agar tidak semakin membesar. 

Peribahasa Sunda ini memiliki relevansi yang kontributif dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan atau sekolah, lingkungan kerja, utamanya lingkungan penyelenggaraan roda pemerintahan (negara).

Jadi, implementaisnya dalam tataran pergulatan interaksi bernegara, aktor-aktor yang sedang diberi amanah, kalau pinjam teori trias politika (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), perlu mengingat dan meningkatkan kesadaran dalam bernegara yang tidak lepas dari peristiwa. 

Manakala ada tuntutan atau aspirasi dari berbagai lapisan masyarakat warga negara, duduk bersama mendialogkannnya dalam mencapai ‘musyawarah untuk mufakat’.

Dengan demikian, tindakan-tindakan kita, utamanya penyelenggara negara (dalam merumuskan dan mengambil keputusan), tentu berdampak pada berbagai dimensi kehidupan baik dalam jangka pendek maupun panjang.*

*) Silahudin, Pemerhati masalah-masalah sosial politik


Tutup Iklan