HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Kata "Reformasi" Masih Ada, Ruhnya, Entahlah?

Peringatan Reformasi (Foto hasil tangkapan layar dari https://www.tempo.co)


MENJUAL HARAPAN - Dua puluh tujuh tahun telah berlalu sejak gema Reformasi 1998 membahana di langit Indonesia, membawa harapan baru bagi pergulatan kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat yang sebelumnya terkungkung dalam cengkeraman kekuasaan yang nyaris mutlak. 

Reformasi merupakan janji tentang demokrasi yang lebih sehat, keadilan yang lebih nyata, dan kesejahteraan yang lebih merata. Akan tetapi, kini, di persimpangan sejarah, kita bertanya: masihkah ia bernyawa, atau telah perlahan dilupakan?

Dulu, Reformasi merupakan nafas panjang rakyat yang merindukan perubahan. Ia menggugurkan Orde Baru, menghadirkan pemilu yang lebih demokratis, membatasi kekuasaan presiden, dan memberikan ruang bagi kebebasan berpendapat. Undang-undang tentang otonomi daerah lahir, membuka peluang bagi daerah untuk menentukan takdirnya sendiri. KPK berdiri tegak sebagai benteng melawan korupsi, memberi harapan bahwa negeri ini bisa bersih dari politik yang kotor.

Akan tetapi, seiring perjalanan waktu, acapkali menguji keteguhan. Kini, kita menyaksikan demokrasi yang tampak lesu, politik uang masih merajalela, oligarki semakin mengakar, dan kebebasan berpendapat tak lagi sebebas dahulu. Reformasi yang dulu berjuang melawan korupsi, kini harus bertahan di tengah skandal demi skandal yang terus mencorengnya. Kebijakan publik sering kali berpihak pada kepentingan segelintir elite ketimbang rakyat yang dulu mengguncang jalanan demi perubahan.

Apakah ini tanda bahwa Reformasi telah mati? Tidak selalu. Ia mungkin lelah, namun tak benar-benar padam. Di banyak sudut negeri, suara-suara kritis tetap bergema, aktivis tetap menyalakan api perjuangan, dan harapan tetap berpendar. Reformasi tidak pernah berarti perubahan yang instan; ia adalah perjalanan panjang, penuh liku dan tantangan.

Persimpangan ini, bisa jadi ujian, apakah Indonesia memilih untuk tetap berjalan menuju cita-cita Reformasi, atau justru berbalik arah ke masa lalu yang kita perjuangkan untuk tinggalkan? Jawabannya ada pada rakyatnya, pada kita semua, yang masih percaya bahwa negeri ini layak mendapatkan demokrasi yang benar-benar hidup, keadilan yang sungguh terasa, dan pemimpin yang setia pada amanah rakyat. Semoga! (Silahudin)


Tutup Iklan