Langsung ke konten utama

Agus Mulyono Herlambang dan Harapan Baru Kepemimpinan Muda PSI

A. Fandir



Oleh: Dr. (Cand) A. Fandir, M.Pd*)
 

MENJUAL-HARAPAN - Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang rencananya akan digelar pada bulan Juli tahun 2025 menjadi momentum penting untuk menakar arah masa depan partai ini sebagai representasi politik anak muda Indonesia. Dengan sistem pemilihan demokratis berbasis one man, one vote, sebagaimana ditegaskan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep, proses ini menjadi lebih dari sekadar regenerasi struktural—ia adalah uji integritas politik kolektif dan penentu kualitas kepemimpinan partai di era mendatang.

Salah satu figur yang mencuat dan menarik perhatian publik, khususnya kalangan intelektual dan aktivis muda, adalah Agus Mulyono Herlambang. Sebagai akademisi, saya menilai bahwa Agus bukan sekadar kandidat alternatif, melainkan representasi dari semangat baru yang diharapkan mampu membawa PSI lebih dekat pada cita-cita ideologis dan substansi perubahan sosial-politik. 

Agus Mulyono Herlambang, Calon Ketua Umum PSI (Foto istimewa)

Dalam kacamata teori kepemimpinan transformasional, sosok pemimpin ideal bukan hanya mengelola sumber daya dan struktur, melainkan menginspirasi perubahan nilai dan perilaku kolektif. Agus Mulyono Herlambang mencerminkan karakteristik ini secara kuat. Ketika memimpin Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada tahun 2017–2019, organisasi kader terbesar dan terluas jangkauannya di Indonesia, saya kira Agus mampu menjembatani realitas keberagaman identitas mahasiswa dengan cita-cita keadilan sosial dan kebangsaan.

Kita tahu bahwa kepemimpinan berbasis kaderisasi inilah yang menjadi aset penting dalam politik nasional. Sebab dalam iklim politik yang masih didominasi pola oligarkis, figur yang tumbuh dari kultur organisasi yang demokratis dan partisipatif sangat langka. Agus menjadi pengecualian yang membuktikan bahwa jalur gerakan bisa menjadi batu pijakan untuk masuk dan merombak tata kelola partai politik dari dalam.

Tidak hanya itu, Agus Mulyono Herlambang memilki kemampuan dalam membangun narasi yang progresif, terutama tentang pentingnya keterlibatan anak muda dalam proses politik, toleransi antaragama, serta distribusi keadilan sosial yang selaras dengan nilai-nilai utama PSI. Sebagaimana dalam perspektif theory of communicative action bahwa kualitas ini menjadi syarat mutlak bagi pembentukan ruang publik yang sehat dan deliberatif.

Ketika sebagian partai politik masih menjadikan anak muda sekadar simbol elektoral, PSI memiliki peluang unik untuk memutus pola tersebut. Dengan sistem pemilihan langsung yang terbuka, partai ini dapat menjadi lokomotif regenerasi politik yang otentik. Dan dalam konteks inilah, Agus Mulyono Herlambang muncul sebagai figur yang tidak hanya mewakili semangat zaman, tetapi juga mampu memanifestasikan nilai-nilai kepemimpinan modern yang inklusif, egaliter, dan berbasis data.

Tidak berlebihan jika saya menguraikan hal tersebut, karena Agus Mulyono Herlambang memenuhi kriteria tersebut dan sudah teruji personality kepemimpinannya dengan pengalaman organisasi, kepemimpinan akar rumput, serta kapasitas reflektif dalam menjawab tantangan politik kontemporer dari krisis partisipasi pemuda, polarisasi sosial, hingga stagnasi etika politik.

*) Penulis, Dosen dan Penggiat Demokrasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan RUU Perampasan Aset, Menata Hak Publik

Oleh Silahudin SALAH  satu poin krusial tuntutan unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 yang lalu, adalah soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini, memang sudah jauh-jauh hari diusulkan pemerintah, namun tampaknya masih belum menjadi prioritas prolegnas. Di tengah meningkatnya tuntutan publik seperti dalam 17+8 tuntutan rakyat, RUU ini menjadi salah satu poin tuntutannya yang harus dijawab sungguh-sungguh oleh pemerintah dan DPR. RUU Perampasan Aset dalam tuntutan tersebut diberi tenggang waktu target penyelesaaiannya dalam kurun waktu satu tahun, paling lambat 31 Agustus 2026 (Kompas.id, 3/9/2025). RUU Perampasan Aset, tentu merupakan bagian integral yang menjanjikan reformasi struktural dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Selama ini, aset hasil kejahatan, terutama korupsi dan kejahatan ekonomi, tidak jelas rimbanya. RUU ini tampak visioner dimana menawarkan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan, sebuah pendekatan yang lebih progresif dan berpihak pada kepentingan ...

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan. Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan. Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Ter...