DPR dan Pemerintah Bergeming Atas Penolakan Revisi UU TNI
Mahasiswa dan dosen UGM gelar aksi tolak revisi uu tni (Foto hasil tangkapan layar website UGM )
MENJUAL HARAPAN – DPR dan
pemerintah bergeming atas ragam reaksi dan penolakan berbagai kelompok masyarakat sipil, mahasiswa dan kalangan kampus serta intelektual atas revisi Undang-Undang No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
(TNI).
Bahkan, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, yang
menyatakan hasil pembahasan isi revisi
UU 34/2004 tentang TNI atau RUU TNI akan disahkan menjadi undang-undang dalam
rapat paripurna, Kamis besok (20/3/2025).
“Tak memasalahkan demo
penolakan RUU TNI yang akan dilakukan oleh mahasiswa bersama koalisi masyarakat
sipil besok, karena menyampaikan pendapat dilindungi oleh undang-undang dan
wajib dihormati,” ungkap Dave sebagaimana dikutif berbagai sumber media
baru-baru ini (19/3/2025).
Lanjutnya, penolakan
terhadap revisi UU TNI datang dari kalangan universitas dan pegiat masyarakat
sipil karena menilai UU tersebut akan menghidupkan kembali dwifungsi tentara,
serta pembahasannya pun dianggap tak transparan dan terburu-buru.
Hasil pembahasan revisi
UU TNI menyimpulkan, tentara aktif dapat menduduki jabatan di 14
kementerian/lembaga, bertambah 4 dari yang ditentukan dalam UU yang berlaku
saat ini.
Menurut Wakil Direktur
Imparsial, Hussein Ahmad, menilai revisi UU TNI tersebut berpotensi
mendemotivasi atau menurunkan semangat aparatur sipil negara (ASN) dalam
bekerja. Hussein menguraikan, ASN yang punya cita-cita menjadi pejabat tinggi
di lingkungannya, bisa saja bertanya-tanya untuk apa bekerja profesional jika
ujungnya tidak akan mencapai jabatan yang diimpikan, karena jabatan itu akan
diisi oleh orang dari instansi lain yang mungkin tidak punya kompetensi.
Sedangkan filsuf dan
sekaligus Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara,
Karlina Supelli, menilai kekeliruannya adalah revisi itu dilakukan justru
setelah terjadi penempatan prajurit TNI aktif pada kementerian/lembaga yang
dilakukan atas kebijakan Presiden.
“Proses berpikir yang
dimunculkan itu post-factum, artinya sudah dilakukan lalu dibuatkan
legitimasi,” jelas Karlina.
Revisi UU No 34 tahun
2004 tentang TNI ini banyak penolakan dari kalangan Masyarakat sipil dan para
intelektual kampus. Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa,
kemarin menyampaikan kritik terhadap revisi UU TNI.
Mereka menyoroti 3 poin
revisi, salah satunya adalah penempatan anggota TNI aktif ke dalam institusi
sipil yang justru akan melemahkan profesionalitas TNI.
Dalam gerakan ini
tergabung antara lain mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, Kardinal
Suharyo, Romo Magnis Suseno, Alissa Wahid, dan Karlina Rohima Supelli.
Penempatan jabatan sipil bagi TNI aktif justru akan membunuh demokrasi, karena
prajurit dididik ketat taat komando hirarkis dan berwenang melakukan kekerasan
bersenjata, sementara tradisi sipil terbiasa saling berbagi perspektif dan
berargumentasi objektif untuk mendapatkan kesepakatan, saat menghadapi
perbedaan dalam mengelola kehidupan bersama.
Mahasiswa tolak revisi uu tni (foto hasil tangkapan layar dari Kompas.com) |
Penolakan pembahasan revisi UU TNI tersebut bahkan menjadi trending media sosial (medsos), seperti tagar #TolakRUUTNI kembali trending di X, setelah mulai bermunculan gelombang aksi dari kalangan pendidikan tinggi.
Pertama, mahasiswa dan
dosen Universitas Gadjah Mada yang menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI di
halaman Balairung, Gedung Pusat UGM, Selasa (18/3/2025). Kemudian, hari ini,
Rabu, 19 Maret 2025, mahasiswa Universitas Trisakti berunjuk rasa menolak revisi
UU TNI di Gerbang Pancasila DPR, Jakarta Pusat.
Terbaru, Aliansi BEM
Seluruh Indonesia (BEM SI) mengajak mahasiswa dan aliansi masyarakat sipil
untuk turun ke jalan menyuarakan penolakan terhadap RUU No. 34 Tahun 2004
tentang TNI yang akan dilakukan pada pukul 09.00 WIB di Gedung DPR RI, Jakarta
Pusat, pada Kamis besok, 20 Maret 2025.
Meskipun suara penolakan
terhadap penambahan kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh personel militer
aktif sudah bergaung keras, nampaknya DPR dan pemerintah tetap berjalan sesuai
kemauan mereka, yakni mengesahkan revisi UU TNI menjadi UU.
Pengesahan itu direncanakan terjadi esok hari (Kamis, 20/3/2025). Dikabarkan akan terjadi demo besar di DPR dari kalangan penolak revisi UU tersebut. Masyarakat sipil melihat tidak ada urgensi TNI perlu dilibatkan dalam urusan sipil tertentu, mengingat tugas dan fungsi urusan sipil itu sangat berbeda dengan karakter militer yang dididik untuk taat komando.
Karena itu, masyarakat sipil mencurigai revisi itu tak lebih demi kepentingan pragmatis militer, yang berpotensi melemahkan motivasi kerja ASN, dan merusak profesionalisme militer. Padahal menilik tantangan pertahanan negara di masa sekarang dan mendatang, justru menuntut tingkat profesionalisme dan kompetensi personel militer yang semakin tinggi. **