Langsung ke konten utama

"Quo Vadis" Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020





PERGULATAN kehidupan politik negeri ini, patut terus jadi perhatian, khususnya dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. Demokratisasi pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat sudah berjalan sejak tahun 2005, dan kini di tahun 2020 ada 270 daerah yang akan melaksanakan Pilkada Serentak (yaitu: 9 Provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota).
Konsolidasi demokrasi dalam kehidupan politik lokal, tentu saja merupakan bagian integral yang harus selalu dicermati dalam rangka membingkai kehidupan yang sejahtera bagi rakyat banyak. 
Baik pemilihan Gubernur – Wakil Gubernur di 9 provinsi, maupun pemilihan bupati – wakil bupati di 224 di kabupaten, dan 37 pemilihan wali kota – wakil walikota pada tahun 2020 ini, harus secara sadar dimaknai dalam menentukan proses demokrasi pemilihan pemimpin daerah, dan sekaligus merancang bangun nasib pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Karena itulah, pertama, rakyat pemilih, secara subyektif rasional sudah sepatutnya mengkritsi program – program yang ditawarkan kandidat kepala daerah bersangkutan. Rakyat pemilih dalam berpartisipasi itu tidak hanya asal “memilih”, tanpa mengindahkan program – program yang ditawarkan kandidat kepala daerah – wakil kepala daerah, namun, justru harus jauh lebih dari sekedar memilih. Rakyat punya keyakinan dengan program – program calon kepala daerah tersebut dapat dilaksanakan.
Rakyat pemilih, secara sadar menentukan pilihan pimpinannya bukan karena “mobilisasi” atas dasar yang tidak rasional, namun rakyat sebagai pemilik kedaulatan di daerahnya tentu saja harus benar – benar berdasarkan keyakinannya atas program yang ditawarkan kandidat calon kepala daerah tersebut, dapat dilaksanakan dikemudian hari.
Dengan kata lain, rakyat pemilik kedaulatan (di daerahnya) benar – benar menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan yang matang atas program – program yang ditawarkan oleh kandidat kepala daerah – wakil kepala daerah, sehingga dapat diimplementasikan.
Kedua, kontekstual daerah menjadi basis agenda program potensial calon kepala daerah yang mesti diaktualisasikan dengan kebijakan – kebijakan yang memang harus berpihak kepada kepentingan masyarakat luas. Pembangunan – pembangunan di daerah bukan atas pertimbangan “politik balas budi” kelompok – kelompok tertentu, yang bisa merugikan masyarakat luas.
Kepala daerah terpilih, sebagai pemimpin daerah harus “membawa” daerahnya berdaya bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya. Program – program yang dijanjikan saat kampanye, bukan basa – basi atau “pepesan kosong” politik sekedar untuk memperoleh kekuasaan, atau sekedar gimmic politics. Kekuasaannya yang diperoleh lewat pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat harus menjadi fokus menjalankan program – programnya secara terukur dan membumi dalam tatanan hidup dan kehidupan di daerahnya.
Memang, tantangan kepala daerah terpilih dalam merealisasikan program – programnya, secara sadar atau tidak, niscaya berhadapan dengan kelompok – kelompok tertentu secara implisit “menagih janjinya” atas jasa – jasa pemenangannya, dan membangun sinergi serta meyakinkan lembaga parlemen (DPRD) untuk mendapat persetujuan program – programnya dalam ruang legislatif tersebut.
Ketiga, tantangan lainnya, baik itu kepala daerah terpilih yang diusung dan didukung oleh partai politik, atau gabungan partai politik, maupun perseorangan, secara niscaya berhadapan dengan kelompok – kelompok parpol (fraksi) di legislatif. Kepala daerah terpilih memang tidak sederhana pula untuk begitu saja “lenggang kangkung” program – program yang dijanjikannya saat kampanye dengan mudah dapat direalisasikan atau mendapat pengesahan di runag legislatif. Program – program tersebut harus pula diterjemahkan dalam bentuk kegiatan – kegiatan dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya. Meyakinkan legislatif menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudnyatakan program – program kepala daerah tersebut.
Itu sebabnya, kekuasaan kepala daerah yang diperolehnya melalui pemilihan langsung oleh rakyat, adalah merupakan bagian integral yang harus dijalankan dengan benar dalam menjalankan kekuasaannya. Kekuasaan kepala daerah dalam merealisasikan program – programnya melalui kebijakan – kebijakan pemerintahannya, disandarkan bagi pementingan kesejahteraan masyarakat luas dalam segenap bidang. Tanpa itu, kekuasaan yang diperoleh tersebut, hanya (apalagi) sekedar pertimbangan “bagi – bagi” kapling untuk baik itu parpol pengusung atau pendukungnya, maupun parpol – parpol yang tidak mengusungnya, termasuk juga bagi kelompok – kelompok tertentu yang “tidak terlihat” kasat mata oleh publik.
Pemilihan pemimpin daerah secara demokratis oleh rakyat, bukan hanya “lulus” secara prosedur minimalis secara demokratis. Namun sejatinya harus jauh lebih dari itu, perwujudan dari demokrasi prosedural tersebut membumi dalam demokrasi substantif penyelenggaraan pemerintahannya.
Dengan demikian, kualitas kepemimpinan kepala daerah, teruji atau sebaliknya, dapat dilihat dari konsistensinya atas program – program yang dijanjikannya itu. Dan rakyat pemilih (khususnya) bukan hanya sekedar partisipasi dalam pemlihan tersebut, akan tetapi justru partisipasi selanjutnya adalah terus menerus memantau dan mengingatkan pemimpin daerah tersebut dalam pelaksanaan pemerintahannya.*

Bandung, 28 Februari 2020


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...

Persita Tangerang Gulingkan Trend Positif PSIM Yogyakarta

  MENJUAL HARAPAN - Pekan kedelapan BRI Super League 2025/2026, menjadi momen keberuntungan Persita Tangerang saat menjamu tim PSIM Yogyakarta yang berlangsung di Stadion Indomilk Arena, Tangerang, Jumat (17/10/2025). Pendekar Cisadane menggulingkan trend positif PSIM Yogyakarta dengan kemenangan 4-0. Eber Bessa menggolkan gol pembuka atas operan pemain setimnya Rayco Rodriguez   pada menit ke 23. K edudukan 1-0 ini tidak alami perubahan lagi hingga pertandingan turun minum. U sai istirahat, kedua kesebelasan kembali ke lapangan, tuan rumah Persita Tangerang yang sementara sudah unggul 1-0 atas PSIM Yogayarkta, tampak aksi-aksi serangannya terus menekan pertahanan tim lawan. S erangan demi serangan para pemain Pendekar Cisadane ini akhirnya kembali membobol gawang kiper PSIM pada meint ke-70 yang dicetak oleh Rayco Rodriguez . S udah unggul 2 gol, Persita Tangerang makin agresif melakukan serangan demi serangannya, kendati para pemain PSIM berusaha menghadangnya, namun hadanga...

Potret 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Antara Harapan dan Keraguan Publik

Sumber: setneg.go.id Oleh Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran telah menjadi panggung dinamis bagi eksperimen kebijakan, diplomasi global, dan pertarungan persepsi publik. Laporan INDEF bertajuk “Rapor Netizen” mengungkapkan lanskap digital yang penuh sorotan, kritik, dan harapan. Dari reshuffle kabinet hingga program makan bergizi gratis, netizen menjadi aktor penting dalam menilai efektivitas dan etika pemerintahan. Presiden Prabowo menunjukkan orientasi geopolitik yang berbeda dari pendahulunya. Hampir 70% kunjungannya adalah lawatan ke luar negeri, berbanding terbalik dengan Jokowi yang 75% kunjungannya fokus ke dalam negeri. Prabowo tampak ingin menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain strategis di tiga benua: Asia, Eropa, dan Amerika. Namun, di dalam negeri, dinamika politik tak kalah intens. Tiga kali reshuffle kabinet dalam satu tahun, melibatkan 10 pejabat setingkat menteri, menjadikan Prabowo sebagai pr...