Langsung ke konten utama

Warga DKI Dukung Ahok Lewat Jalur Independen




Koran Tempo, 26 Januari 2016

Tetap unggul disokong partai mana pun.

JAKARTA Warga Jakarta menginginkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok maju dalam pemilihan Gubernur pada 2017 lewat jalur independen. Dalam survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), 63 persen dari 400 responden ingin Ahok maju tanpa partai.

Menurut peneliti CSIS, Arya Fernandes, para responden khawatir ada transaksi Politik jika memakai partai. Dalam survei pada 5-10 Januari 2016 itu Ahok dipilih oleh 94 persen responden dengan tingkat keterpilihan 45 persen.

Hasil survei CSIS ini tak banyak berubah dari sigi Cyrus Network pada November 2015. Dalam jajak pendapat terhadap 1.000 responden, sebanyak 57,9 persen akan memilih Ahok jika ia menempuh jalin- independen.

Arya memperkirakan Ahok akan mempertahankan pilihannya hingga akhir pendaftaran pada Juni nanti. "Tapi meski disokong partai, Ahok tetap akan menang," kata dia saat memaparkan hasil survei, kemarin.

CSIS mendeteksi responden yang mendukung partai politik tertentu dan menanyakan gubernur pilihan mereka. Hasilnya, ada tiga partai yang menguasai pemilih di Ibu Kota, yakni PDI Perjuangan 21,75 persen (87 responden), Partai Gerindra 14,5 persen (58 individu), dan Demokrat 9 persen (36 orang).

Dari 87 responden yang memilih PDI Perjuangan, sebanyak 72 persen atau 63 orang mendukung Ahok. Pemilih Partai Gerindra (55 persen) dan Demokrat (47 persen) pun menyatakan akan memilih Ahok.

Dukungan jalur independen juga disampaikan Teman Ahok, kelompok pendukung Ahok yang mengumpulkan KTP orang Jakarta sebagai syaratnya. "Kami khawatir partai minta macam-macam," ujar juru bicara Teman

Ahok, Amalia Ayuningtyas. Hingga kini Teman Ahok telah mengumpulkan 630 ribu KTP dukungan.

Jumlah itu sudah melampaui batas minimal pengumpulan dukungan yang disyaratkan Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, yakni 7,5 persen dari jumlah pemilih atau setara 532.210 orang. Namun Ahok menargetkan perolehan 1 juta KTP dukungan hingga Mei nanti, lalu mendaftar ke Komisi Pemilihan bulan berikutnya.

Ahok memastikan maju sebagai calon gubernur dari jalur independen jika mendapat 1 juta dukungan. Meski pelbagai survei mengunggulkannya, Ahok belum menyebut calon pendampingnya.

Dia hanya mengatakan ingin memilih wakil dari pegawai negeri dengan syarat mau kerja dan tak korupsi. "Tapi kalau dengan Pak Djarot sudah cocok, buat apa cari yang lain?" kata dia.

Rini Kustiani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan RUU Perampasan Aset, Menata Hak Publik

Oleh Silahudin SALAH  satu poin krusial tuntutan unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 yang lalu, adalah soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini, memang sudah jauh-jauh hari diusulkan pemerintah, namun tampaknya masih belum menjadi prioritas prolegnas. Di tengah meningkatnya tuntutan publik seperti dalam 17+8 tuntutan rakyat, RUU ini menjadi salah satu poin tuntutannya yang harus dijawab sungguh-sungguh oleh pemerintah dan DPR. RUU Perampasan Aset dalam tuntutan tersebut diberi tenggang waktu target penyelesaaiannya dalam kurun waktu satu tahun, paling lambat 31 Agustus 2026 (Kompas.id, 3/9/2025). RUU Perampasan Aset, tentu merupakan bagian integral yang menjanjikan reformasi struktural dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Selama ini, aset hasil kejahatan, terutama korupsi dan kejahatan ekonomi, tidak jelas rimbanya. RUU ini tampak visioner dimana menawarkan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan, sebuah pendekatan yang lebih progresif dan berpihak pada kepentingan ...

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan. Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan. Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Ter...