84 Persen Anak Alami Kekerasan di Sekolah
1/26/2016
Pemerintah akan membentuk tim penanggulangan independen.
TANGERANG SELATAN - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengungkapkan, sebanyak 84 persen peserta didik pernah mengalami kekerasan di sekolah. Hal ini diungkapkan berdasarkan data The International and International Center for Research on Women (ICRW) pada 2015.
"Jumlah tersebut bukan
berarti siswa selalu mengalami kekerasan di sekolah, tapi pernah sekali atau
dua kali selama 12 tahun belajar," kata Anies saat peluncuran Sekolah Aman
Antikekerasan di Lingkungan Sekolah, di SMA Negeri 8, Tangerang Selatan, Senin
(25/1).
Kemendikbud membuat program
Sekolah Aman Antikekerasan di Lingkungan Pendidikan. Program ini diluncurkan
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permen-dikbud) Nomor
82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindakan Kekerasan di
Lingkungan Satuan Pendidikan.
Pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk membentuk tim ad hoc penanggulangan kekerasan peserta didik yang independen. Tindakan awal tersebut juga perlu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
Pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk membentuk tim ad hoc penanggulangan kekerasan peserta didik yang independen. Tindakan awal tersebut juga perlu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
Anies menerangkan, tim ini
nantinya melibatkan tokoh masyarakat, pemerhati pendidikan, dan psikolog.
"Pemerintah daerah juga wajib memantau dan membantu upaya penanggulangan
tindak kekerasan oleh sekolah," ujarnya.
Pemerintah juga akan membentuk
tim penanggulangan independen terhadap kasus yang menimbulkan luka atau kematian.
Tim ini akan mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan penanggulangan oleh sekolah
dan Pemda. Selanjutnya, kata Anies, mereka juga harus memastikan sekolah
menindaklanjuti hasil pengawasan dan evaluasinya.
Pada tingkat sekolah, guru wajib
melaporkan kepada orang tua setiap terjadinya kekerasan pada anak.
"Sekolah juga perlu lapor ke kepala Dinas Pendidikan dan aparat hukum
terhadap perilaku kekerasan yang mengakibatkan luka fisik, cacat, atau
kematian," kata Anies.
Selain itu, Anies menyatakan, sekolah
juga harus menjamin hak siswa mendapatkan pendidikan. Dengan kata lain, siswa
tidak boleh dikeluarkan, tapi dibina jika melakukan tindakan kekerasan. Untuk
siswa yang terkena tindakan kekerasan, lanjut dia, mereka juga harus
mendapatkan jaminan perlindungan.
Anies menjelaskan, pencegahan tindakan kekerasan ini mencakup pelecehan, perundungan (.bullying), penganiayaan, perkelahiaan, dan tawuran. Kemudian, perlu mengatasi pula tindakan perpeloncoan, pemerasan, pencabulan, pemerkosaan, dan kekerasan berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta kekerasan lainnya yang diatur undang-undang.
Anies menjelaskan, pencegahan tindakan kekerasan ini mencakup pelecehan, perundungan (.bullying), penganiayaan, perkelahiaan, dan tawuran. Kemudian, perlu mengatasi pula tindakan perpeloncoan, pemerasan, pencabulan, pemerkosaan, dan kekerasan berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta kekerasan lainnya yang diatur undang-undang.
Program ini menandakan bahwa
memang perlu sinergi antara sekolah, pemerintah daerah, dan Kemendikbud.
Sejumlah pihak memiliki tugas dalam penanggulangan, tataran pemberian sanksi,
dan pencegahan tindakan kekerasan.
Ketua Dewan Konsultatif Nasional
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi menyatakan,
kekerasan anak terutama di lingkungan sekolah sangat tinggi. "Ini tanda
perundungan semakin subur di Indonesia," ujarnya.
Yang lebih memprihatinkan lagi,
kekerasan ini sudah mencapai tingkat sekolah terkecil, yakni taman kanak-kanak
(TK).
Kak Seto juga menyatakan temuan
salah satu mahasiswanya terkait kekerasan pada siswa sgkolah dasar (SD) di Jawa
Barat. Temuan tersebut menyebutkan, sebanyak 60 hingga 70 persen anak SD Jawa
Barat mengalami perundungan. Kasus ini menandakan sekolah masih jauh dari rasa
aman bagi anak. Hal ini juga mengganggu pendidikan. ed erdy nasru!
WILDAFIZRIYANI
Sumber: Republika, 26/1/2016