Kesenjangan Bisa Membengkak
4/14/2015
|
Kesenjangan Bisa Membengkak
PENURUNAN angka kemiskinan di
Indonesia tidak diikuti berkurangnya kesenjangan ekonomi antara
masyarakat kaya dan miskin. Terbukti, koefi sien Gini tidak beranjak dari
0,4 sejak 2012.
“Koefisien Gini tersebut bisa lebih besar karena
metode yang digunakan kurang menyurvei orang kaya,” ujar Kepala Ekonom
Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop di Jakarta, kemarin.
Setengah berkelakar, ia mengutarakan saat petugas menyurvei dari rumah ke rumah, yang didata ialah kalangan menengah ke bawah. “Karena orang kaya nya lagi sibuk menghabiskan uang (tidak ada di rumah). Jadi, indeks Gini-nya bisa lebih besar daripada itu,” tutur Diop Populasi masyarakat di Indonesia yang masuk kategori miskin, menurut standar Bank Dunia ialah berpenghasilan di bawah US$1,25 (sekitar Rp16 ribu) per hari, terus menurun. Berdasarkan catatan Bank Dunia, pada 2012 10,9 juta masyarakat Indonesia masuk kategori miskin. Pada 2013 angkanya menurun menjadi 9,7 juta dan kembali turun ke 9,1 juta jiwa tahun lalu. “Pada 2015 diperkirakan angkanya tinggal 8,5 juta jiwa. Perkiraan 2016 dan 2017 ialah 8,0 juta jiwa dan 7,4 juta jiwa,” papar Diop. Untuk bisa memangkas jumlah orang miskin, peningkatan ketersediaan lapangan kerja yang berkualitas diperlukan disertai reformasi pendidikan. Saat ini tercatat hanya 23% pekerja di Indonesia yang memiliki kontrak kerja dan baru 14% yang memiliki jaminan sosial. “Yang memprihatinkan, 1 dari 3 orang berusia 15-24 tahun di Indonesia tidak berpendidikan, tidak memiliki pekerjaan ataupun memiliki keterampilan,” ujar Diop. Di kesempatan yang sama, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifi k Sudir Shetty melalui teleconference mengapreasi kebijakan subsidi tetap bahan bakar minyak (BBM) yang diterapkan pemerintah Indonesia. Langkah tersebut dinilai memberi dampak signifi kan pada sektor fi skal sehingga anggaran dapat dialihkan ke sektor produktif. (Fat/E-1)
|
Sumber: Media Indonesia, Selasa, 14 April 2015