Langsung ke konten utama

Ditjen Pajak Andalkan Tiga Strategi




DIREKTORAT Jenderal Pajak menjalankan tiga strategi untuk mencapai target pajak yang lebih dari Rp1.000 triliun tahun ini. Pertama, strategi umum yang telah dijalankan dan akan dikembangkan dan diperbaiki. Kedua, strategi sunset policy jilid dua.
Adapun yang ketiga ialah optimalisasi unit kerja Center for Tax Analysis.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Mekar Satria Utama mengemukakan hal tersebut dalam bincang-bincang dengan pers di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, kemarin.

Mekar mengatakan, saat ini penduduk Indonesia tercatat sebanyak 240 juta jiwa.
Jumlah penduduk yang merupakan wajib pajak dan memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) seharusnya ada 46 juta jiwa.

Namun, ternyata baru 20 juta jiwa saja yang sudah tercatat ber-NPWP. “Sunset policy jilid dua ini yang kami harapkan dapat memberikan bantuan besar bagi kami untuk mencapai target penerimaan negara.” Berbeda dengan yang diterapkan pada periode 2008-2011, kali ini sunset policy diberlakukan untuk wajib pajak dari segala sektor, tanpa terkecuali. Pemerintah meyakini fasilitas itu akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara signifi kan.

“Kami sebut ini tahun pembinaan. Kami membina dan memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang selama ini menunggak pajak maupun wajib pajak yang belum membuat NPWP,” papar Mekar.

Tahun 2016 akan menjadi masa penegakan hukum, tahun sanksi hukum kepada wajib pajak yang sudah diberi kesempatan melunasi tapi tetap tidak melakukannya.

Tahun 2017 akan menjadi masa rekonsiliasi penerimaan negara dari sektor pajak.
Setelah itu, tahun keempat yaitu 2018 merupakan tahun kesejahteraan pegawai negeri sipil. Adapun 2019 akan menjadi tahun kemandirian APBN.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan sosialisasi dan persiapan untuk kebijakan sunset policy sudah dilakukan sejak tahun lalu. Terutama dalam penyiapan basis data yang menjadi kunci utama implementasi kebijakan itu.
“Kami sudah menyiapkan ini dari tahun lalu, data informasi semua sudah lengkap.

Jadi, semua data SPT kami sudah tahu mereka seharusnya membayar pajak berapa,” ujar Bambang. (Arv/Ant/E-1)

SUMBER; MEDIA INDONESIA, SELASA 14 APRIL 2015



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan RUU Perampasan Aset, Menata Hak Publik

Oleh Silahudin SALAH  satu poin krusial tuntutan unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 yang lalu, adalah soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini, memang sudah jauh-jauh hari diusulkan pemerintah, namun tampaknya masih belum menjadi prioritas prolegnas. Di tengah meningkatnya tuntutan publik seperti dalam 17+8 tuntutan rakyat, RUU ini menjadi salah satu poin tuntutannya yang harus dijawab sungguh-sungguh oleh pemerintah dan DPR. RUU Perampasan Aset dalam tuntutan tersebut diberi tenggang waktu target penyelesaaiannya dalam kurun waktu satu tahun, paling lambat 31 Agustus 2026 (Kompas.id, 3/9/2025). RUU Perampasan Aset, tentu merupakan bagian integral yang menjanjikan reformasi struktural dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Selama ini, aset hasil kejahatan, terutama korupsi dan kejahatan ekonomi, tidak jelas rimbanya. RUU ini tampak visioner dimana menawarkan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan, sebuah pendekatan yang lebih progresif dan berpihak pada kepentingan ...

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan. Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan. Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Ter...