Langsung ke konten utama

Hari Pendidikan Nasional 2025: Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua

Imran Ramadani

Oleh Imran Ramadani*)

MENJUAL HARAPAN - Setiap tanggal 2 Mei, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia. Hardiknas bukan sekadar seremoni, melainkan momentum untuk merefleksikan capaian dan tantangan dunia pendidikan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Tahun 2025, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengusung tema "Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua", sejalan dengan konsep global "Health for All",  dan target peningkatan “Human Development Index (HDI)” menuju “Indonesia Emas 2045”.

Artikel ini, akan mengulas makna Hardiknas, peran Ki Hadjar Dewantara, relevansi tema 2025, serta strategi pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan pendidikan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat, dilengkapi dengan analisis kebijakan anggaran pendidikan 2025 dan infografis capaian pendidikan Indonesia 2019-2025.  


Ki Hadjar Dewantara dan Filosofi Pendidikan Nasional 

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, yang lebih dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara, lahir pada 2 Mei 1889. Beliau adalah pelopor pendidikan inklusif dengan semboyan "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" (Di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan). Filosofi ini menekankan pendidikan yang humanis, merdeka, dan berorientasi pada kemandirian peserta didik.  

Ki Hadjar mendirikan “Taman Siswa” pada 1922 sebagai bentuk perlawanan terhadap diskriminasi pendidikan di era kolonial. Kini, prinsipnya menjadi landasan sistem pendidikan Indonesia, termasuk dalam *Kurikulum Merdeka* yang mengedepankan kebebasan belajar.  

Tema Hardiknas 2025: "Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua", menegaskan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab kolektif—bukan hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat, swasta, dan keluarga. Tema ini, selaras dengan “Sustainable Development Goals (SDGs) ke-4” tentang pendidikan inklusif dan berkelanjutan, serta konsep "Health for All" yang digaungkan WHO, karena pendidikan dan kesehatan adalah pilar utama HDI.  


Tiga Pilar Utama Tema 2025

Hardiknas 2025, mengusung tiga pilar utama yang menggambarkan situasi dan kondisi dinamika pendidikan nasional dewasa ini, yaitu:

Pertama, “Pemerataan Akses Pendidikan”. Pada tema ini mengusung makna: a) Perluasan “infrastruktur sekolah” di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal); b) Digitalisasi pendidikan melalui platform seperti “Kampus Merdeka” dan “Ruang Guru”; dan c) Beasiswa “KIP Kuliah” dan “Program Indonesia Pintar” untuk anak kurang mampu.

Kedua, “Peningkatan Kualitas Guru”. Kualitas guru menjadi vital dalam penyelenggaran pendidikan atau pembelajaran, dengan mengusung makna: a) Pelatihan guru berbasis “kompetensi abad 21” (critical thinking, creativity, digital literacy); b)Insentif bagi guru yang mengabdi di daerah terpencil; dan c) Kolaborasi Multisektor; d) Keterlibatan “perusahaan” dalam program CSR pendidikan; e)Peran “orang tua” dalam mendukung pembelajaran anak; serta f) Lembaga swadaya masyarakat* (LSM) sebagai mitra inovasi pendidikan.  


Analisis Kebijakan Anggaran Pendidikan 2025  

Anggaran pendidikan Indonesia tahun 2025 mencapai Rp 700 triliun, atau 20% dari APBN, sesuai amanat Pasal 31 UUD 1945. Berikut rincian alokasi dan analisis kebijakannya:  

1. Alokasi Anggaran Pendidikan 2025  

  • Pendidikan Dasar dan Menengah*: Rp 400 triliun (57%)  

  • Pembangunan 10.000 sekolah baru di daerah 3T.  

  • Rehabilitasi 50.000 ruang kelas rusak.  

  • Pendidikan Tinggi*: Rp 150 triliun (21%)  

  • Beasiswa KIP Kuliah untuk 1 juta mahasiswa.  

  • Penguatan penelitian di 50 PTN. 

  • Pelatihan Guru dan Tenaga Kependidikan, Rp 80 triliun (11%)  

  • Pelatihan guru berbasis digital untuk 500.000 pendidik. 

  • Digitalisasi Pendidikan, Rp 70 triliun (10%)  

  • Penyediaan laptop/tablet untuk 5 juta siswa.  

  • Pengembangan platform “Maya Pendidikan” (integrasi AI untuk pembelajaran).  

2. Inovasi Kebijakan  

  • Dana Abadi Pendidikan*: Rp 10 triliun dialokasikan untuk endowment fund pendidikan, mirip dengan LPDP tetapi fokus pada sekolah swasta dan pesantren.  

  • Matching Fund*: Skema pendanaan kolaboratif antara pemerintah dan swasta untuk proyek pendidikan, dengan kontribusi 1:1.  

  • :”Tax Deduction” bagi perusahaan yang berinvestasi di pendidikan vokasi.  

3. Tantangan Implementasi

  • Korupsi Anggaran, masih ditemukan kasus mark-up proyek sekolah di daerah.  

  • Penyerapan Anggaran*: Hanya 75% dana pendidikan terserap efektif per September 2024 (data BPK).  

  • Kesenjangan Digital, 40% sekolah di daerah belum terakses internet cepat.  


Infografis Capaian Pendidikan Indonesia (2019-2025)

1. Angka Partisipasi Sekolah

Tahun 

SD

SMP

SMA

PT

2019

98,5

92,10

80,30

31,20

2021

99,1

93,5

82,00

33,50

2023

99,4

95,00

84,50

35,80

2025*

99,80

96,50

86,00

38,00

*Proyeksi dlm %

2. Indeks Pembangunan Pendidikan (IPD)  

  • 2019: 64,5 (sedang)  

  • 2021: 67,2 (sedang)  

  • 2023: 70,1 (tinggi)  

  • 2025: 73,0 (tinggi)  

3. Rasio Guru-Siswa

  • 2019: 1:22 (SD), 1:18(SMP) 

  • 2025: 1:18 (SD), 1:15(SMP)  

4. Infrastruktur Pendidikan

  • Sekolah Terdigitalisasi*: 30% (2019) → 75% (2025)  

  • Daerah 3T Terakses Listrik/Internet*: 45% (2019) → 85% (2025)  


Indonesia Emas 2045: Pendidikan sebagai Fondasi  

Peringatan Hardiknas 2025 juga menjadi titik tolak menuju “Indonesia Emas 2045”, saat Indonesia diproyeksikan menjadi 5 besar ekonomi dunia. Untuk mencapainya, peningkatan “HDI” melalui pendidikan adalah kunci.  

a) Strategi Pemerintah

  • Revolusi kurikulum* berbasis teknologi dan kearifan lokal.  

  • Pembangunan 10.000 sekolah baru* berbasis green energy.  

  • Sinergi pendidikan-vokasi* dengan industri untuk kurangi pengangguran.  

b0 Tantangan dan Solusi

1. Disparitas Pendidikan. Solusi: Desentralisasi anggaran dan “e-learning”.  

2. Radikalisme di Sekolah.  Solusi: Penguatan Pendidikan Pancasila..  

3. Learning Loss Pasca-Pandemi. Solusi: Program remedial teaching.  


Kesimpulan  

Hardiknas 2025 adalah momentum untuk menguatkan komitmen "Pendidikan Untuk Semua". Dengan kebijakan anggaran progresif dan kolaborasi multisektor, Indonesia dapat mewujudkan pendidikan bermutu menuju *Indonesia Emas 2045*.  


Referensi  

Kemdikbud (2025). *Buku Putih Pendidikan 2025

BPS (2024). *Statistik Pendidikan Indonesia

World Bank (2023). *Indonesia Education Public Expenditure Review

*)Penulis, Dosen LB FEBI UIN-SGD Bandung 2024-2025.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan RUU Perampasan Aset, Menata Hak Publik

Oleh Silahudin SALAH  satu poin krusial tuntutan unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 yang lalu, adalah soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini, memang sudah jauh-jauh hari diusulkan pemerintah, namun tampaknya masih belum menjadi prioritas prolegnas. Di tengah meningkatnya tuntutan publik seperti dalam 17+8 tuntutan rakyat, RUU ini menjadi salah satu poin tuntutannya yang harus dijawab sungguh-sungguh oleh pemerintah dan DPR. RUU Perampasan Aset dalam tuntutan tersebut diberi tenggang waktu target penyelesaaiannya dalam kurun waktu satu tahun, paling lambat 31 Agustus 2026 (Kompas.id, 3/9/2025). RUU Perampasan Aset, tentu merupakan bagian integral yang menjanjikan reformasi struktural dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Selama ini, aset hasil kejahatan, terutama korupsi dan kejahatan ekonomi, tidak jelas rimbanya. RUU ini tampak visioner dimana menawarkan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan, sebuah pendekatan yang lebih progresif dan berpihak pada kepentingan ...

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan. Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan. Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Ter...