Urgensitas Pancasila*)
PERSOALAN kebangsaan Indonesia,
mengalami ujian berat. Reformasi 1998, sebagai tonggak sejarah “bebas” dari
rezim otoriter, masih belum menyerap kepada segenap aspek kehidupan. Bahkan,
belakangan ini, justru klaim-klaim sektarianisme menyeruak muncul dan nyaris
“menenggelamkan” identitas kebangsaan Indonesia.
Pancasila sebagai falsafah
bangsa, mestinya menjadi modal keunggulan bangsa, justru semakin ditinggalkan.
Dalam bahasa lain, ada semacam keengganan merujuk Pancasila sebagai arah yang
dapat menuntun negara bangsa ini merealisasikan tujuan bernegara, memajukan
kesejahteraan umum. Padahal, setiap bangsa dan negara memiliki
ukuran-ukuran tersendiri yang menjadikan pedoman pelaksanaan langkah-langkah
pembangunannya.
Pembukaan UUD 1945 merumuskan bahwa adanya Negara
Kesatuan Republik Indonesia ialah karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa
sehingga penjajahan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan
harus dihapuskan.
Pancasila, jelas Kuntowijoyo
(1994) ”sebagai puncak pemikiran tentang hati nurani yang terdalam, dan
sekaligus suatu dokumen hidup yang secara terus menerus dapat dipakai sebagai
referensi.”
Problematikanya, perjalanan
kehidupan negara dan bangsa masih saja jauh dari harapan. Apakah kita sebagai
bangsa Indonesia mempunyai ukuran-ukuran implementatif untuk merajut hidup dan
kehidupan yang beradab yang dioperasionalisasikan dari nilai-nilai Pancasila
sebagai ideologi negara ini?
Berita Terkait
Bila menengok ke belakang,
nilai-nilai Pancasila dalam pelaksanaannya berulang kali diselewengkan oleh
rezim, karena proses politik yang kerapkali memanipulasi Pancasila hanya demi
kekuasaan semata. Nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya hampir tidak bisa
dielakkan oleh siapapun, namun dalam tataran implementasinya justru sebaliknya.
Makna tentang Pansasila untuk membimbing dan membantu kita dalam pemahaman
bernegara dan berbangsa, acapkali direduksi oleh wilayah kepentingan yang
sempit.
Dalam kaitannya Pancasila sebagai
falsafah bernegara dan berbangsa, telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945
alinea ke 4 sebagai berikut: ”… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”.
Pancasila sebagai ideologi,
sesungguhnya mengandung dimensi ideologi murni dan praktis. Kuntowijoyo (1994)
menjelaskan bahwa: Ideologi murni lahir dari khazanah sejarah masa lampau,
sedangkan ideologi praktis dapat diamati sepanjang perjalanan sejarahnya. Kalau
latar belakang budaya dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia telah menjadi
dasar penyusunan sila-sila Pancasila, maka pengalaman sejarah dalam Revolusi
Kemerdekaan, periode percobaan dengan demokrasi liberal, periode demokrasi
terpimpin, dan periode pembangunan sekarang ini menjadi dasar bagi penyusunan
ideologi praktis itu. Sebuah ideologi mengandung kedua unsur, murni dan
praktis, yang masing-masing akan saling menunjuk. Jika ideologi murni itu
kurang lebih permanen, maka ideologi praktis dapat saja berubah.
Jadi, setiap negara lahir dan
berdiri, sesungguhnya karena didasari oleh suatu cita-cita dan tujuan yang
ingin diraihnya dalam penyelenggaraan bernegara bagi kehidupan masyarakatnya.
Cita-cita yang ingin diraih itu, diwujudkannya dalam ideologi negara tersebut
sebagai pijakan arah perjuangannya. Tanpa memiliki cita-cita dan tujuan, tampak
akan kehilangan arah dalam merealisasikannya. Itu sebabnya, setiap pemahaman
atau konsep tentang negara bergantung pada pemahaman atau konsep yang tepat
tentang tujuan-tujuan Negara.
Bagaimana tujuan Negara Indonesia
sendiri? Tujuan Negara RI dapat disimak pada Pembukaan UUD 1945: a) Alenia
kedua, …Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur; b)
Untuk mencapai tujuannya itu, maka dibentuklah suatu Pemerintahan Negara yang
mempunyai fungsi seperti nampak pada tujuan (menurut Jellinek adalah alat yang
saling bertukaran dengan tujuan), yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Peran dan fungsi ideologi
Pancasila terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia hendaknya
dilihat Pancasila sebagai dasar/ideologi negara yang telah dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah dan ideologi nasional
Negara Republik Indonesia, niscaya dapat terinternalisasi di dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa, melalui sosialisasi nilai-nilai Pancasila tersebut
yang tidak bersifat indoktrinasi, sehingga dapat membudaya di kalangan
masyarakat. Bila itu dirumuskan dalam konseptualisasi kebijakan bernegara dan
berbangsa, maka nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi nasional dapat
berkembang dan bertahan terhadap gempuran ideologi-ideologi lain.
Ini berarti, penyelenggaraan
pemerintahan Negara Indonesia, dapat merumuskan dan mengambil langkah-langkah
yang tepat dalam setiap kebijakan-kebijakannya. Namun dapat pula terjadi
sebaliknya, bila memang nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi nasional, hanya
dijadikan sebagai alat politik kekuasaan pemegang kekuasaan, tentu saja
ideologi Pancasila semakin terpinggirkan di bumi nusantara ini, dan terdesak,
bahkan luntur oleh ideologi lain.
Nilai -nilai Pancasila secara objektif dan
subjektif, patut terus dikembangkan. Pancasila sebagai falsafah dan ideologi,
mestinya memberikan arah kehidupan berbangsa dan bernegara seiring dengan
perkembangan dinamika perubahan dunia, dan Pancasila menjadi ukuran
implementatifnya negeri ini. Tanpa pijakan ideologi itu, berarti negara bangsa
ini hidup tanpa pedoman.
Sejatinya, Pancasila sebagai
falsafah dan ideologi hidup bangsa tetap mempunyai semangat untuk diperjuangkan
dan dipertahankan oleh rakyat Indonesia, maka harus terus menggali dan
mengkontekstualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam konteks zamannya. Itu sebabnya,
Pancasila perlu disosialisasikan agar dipahami sebagai landasan filosofis
bangsa Indonesia dalam mempertahankan eksistensi dan mengembangkan dirinya
menjadi bangsa yang sejahtera, berkeadilan, dan demokratis.**
*)Tulisan ini dimuat di Tribun Jabar, Senin, 30 Mei 2011