Langsung ke konten utama

Kebijakan Luar Negeri Prabowo-Gibran: Simbolisme Tanpa Strategi, Diplomasi Tanpa Transformasi


Foto hasil tangkapan layar dari https://www.middleeastmonitor.com

MENJUAL HARAPAN DALAM satu tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, arah kebijakan luar negeri Indonesia tampak lebih banyak berputar pada simbolisme diplomatik daripada strategi substantif. Kunjungan kenegaraan, partisipasi dalam forum internasional, dan pidato-pidato di panggung global memang berlangsung, namun belum menunjukkan konsistensi arah yang berpijak pada kepentingan rakyat dan tantangan geopolitik kontemporer.

Presiden Prabowo sempat tampil di Sidang Umum PBB ke-80, menyuarakan dukungan terhadap Palestina dan mengecam genosida di Gaza. Pidato tersebut mendapat apresiasi dari kalangan diplomatik, termasuk Dino Patti Djalal, yang menyebutnya sebagai “kembalinya Indonesia dalam diplomasi multilateral” (sumber: https://padek.jawapos.com/indonesia/2366704585/kiprah-diplomasi-luar-negeri-warnai-tahun-pertama-pemerintahan-prabowo-gibran). Kendati begitu, dukungan vokal itu tidak diikuti dengan langkah diplomatik konkret seperti inisiatif perdamaian regional, penggalangan solidaritas ASEAN, atau tekanan ekonomi terhadap pelaku pelanggaran HAM.

Dalam isu perubahan iklim, Indonesia belum menunjukkan komitmen transisi energi yang ambisius. Alih-alih memimpin kawasan dalam pengurangan emisi dan perlindungan ekosistem tropis, pemerintah justru melanjutkan proyek-proyek ekstraktif seperti food estate dan tambang nikel yang merusak lingkungan. Diplomasi iklim Indonesia masih terjebak pada narasi “kompromi pembangunan” tanpa peta jalan yang jelas menuju keadilan ekologis.

Narasi “politik bebas aktif” yang sering dikutip oleh elite pemerintahan, termasuk oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (sumber: https://wartakota.tribunnews.com/news/871482/pdip-nilai-satu-tahun-pemerintahan-prabowo-gibran-tunjukkan-kesadaran-geopolitik-ala-bung-karno), tampak lebih sebagai repetisi retoris daripada prinsip operasional. Dalam praktiknya, kebijakan luar negeri Indonesia belum menunjukkan keberanian untuk mengambil posisi etis dalam isu-isu global seperti perdagangan adil, hak asasi manusia, dan reformasi lembaga internasional.

Ketiadaan strategi diplomatik yang berbasis nilai dan kepentingan rakyat membuat Indonesia kehilangan posisi tawar dalam forum global. Dalam isu perdagangan, misalnya, Indonesia belum memperjuangkan sistem perdagangan yang melindungi petani kecil, pekerja migran, dan industri lokal. Perjanjian dagang lebih banyak difokuskan pada ekspor komoditas mentah daripada penguatan ekonomi komunitas.

Kebijakan luar negeri juga belum menyentuh isu perlindungan pekerja migran secara serius. Padahal, jutaan warga Indonesia bekerja di luar negeri dengan risiko eksploitasi dan kekerasan. Diplomasi migran seharusnya menjadi prioritas, bukan pelengkap. Tanpa keberpihakan pada diaspora, diplomasi kehilangan dimensi kemanusiaannya.

Dalam konteks ASEAN, Indonesia belum tampil sebagai pemimpin regional yang progresif. Isu Myanmar, Laut Cina Selatan, dan krisis demokrasi di beberapa negara anggota tidak ditanggapi dengan inisiatif diplomatik yang kuat. Padahal, sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan geopolitik untuk menjaga stabilitas dan demokrasi kawasan.

Kebijakan luar negeri juga belum terhubung dengan aspirasi masyarakat sipil. Organisasi masyarakat, akademisi, dan komunitas diaspora jarang dilibatkan dalam perumusan arah diplomasi. Padahal, diplomasi reflektif membutuhkan partisipasi lintas sektor agar tidak terjebak dalam logika elite dan protokol.

Dalam satu tahun ini, diplomasi Indonesia lebih banyak menjadi panggung retorika daripada alat transformasi. Tanpa arah yang reflektif, berbasis nilai, dan berpijak pada kepentingan rakyat, kebijakan luar negeri hanya menjadi parade simbolik yang kehilangan makna.

Pemerintahan Prabowo-Gibran perlu menata ulang arah diplomasi: menjadikannya sebagai instrumen untuk memperjuangkan keadilan global, solidaritas regional, dan perlindungan warga negara. Diplomasi bukan sekadar seni berbicara, tetapi keberanian untuk bertindak demi kemanusiaan. (Silahudin)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hegemoni Ekologis

Oleh Silahudin MENJUAL HARAPAN -  RETORITKA pembangunan berkelanjutan, dan jargon hijau tampak kian populer di ruang-ruang kebijakan, akan tetapi, di balik itu juga tersembunyi satu paradoks besar, yaitu alam terus mengalami kerusakan struktural, walau keberlanjutannya digembar-gemborkan.  Pergulatan hidup kita, dalam realitasnya dikonstruksi oleh bahasa, dan narasi yang seolah peduli terhadap lingkungan, namun, secara praksis terus-menerus melegitimasi eksploitasi. Pada titik simpul inilah, letak hegemoni ekologis, bukan hanya dominasi atas alam, tetapi juga dominasi atas cara berpikir tentang alam. Memang, hegemonis ekologis bekerja secara halus melalui wacana yang kita anggap netral, seperti istilah "pemanfaatan sumber daya", "optimalisasi kawasan", atau "efisiensi energi", dan lain sejenisnya. Dalam tataran kerangka tersebut, alam dikonstruksi sebagai objek pasif yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan manusia. Kepentingan ekonomi diselubungi bahasa sa...

Fiorentina Vs Verona, Udinese Vs Napoli, dan Milan Imbang Lawan Sassuolo

  MENJUAL HARAPAN - Tuan rumah Fieorentina alami kekalahan dari Verona dengan skor gol 1-2 pada pekan ke-15. Fiorentina berada di zona degradasi dengan koleksi 6 poin, sedangkan Verona berada di urutan ke-18 dengan koleksi 12 poin pada klasemenn sementara Serie A pekan kelima belas. Adapun pada pertandingan lainnya, Udinese mengalahkan Napoli dengan skor gol 1-0. Gol semata wayang Udinese dicetak Jurgen Ekkelenkamp, dan kini Udinese berada di urutan ke-10 dengan 21 poin, sementara Napoli sendiri masih bertengger di papan atas urutan ke-3 dengan koleksi 31 poin pada klasemen sementara Serie A pekan ke-15. Sedangakn, Milan menjamu Sassuolo berakhir dengan skor gol 2-2. Masing-masing dua gol itu, AC Milan terlebih dahulu kecolongan gawangnya pada menit ke-13 lewat tendangan Ismael Kone. Namun, tuan rumah AC Milan berhasil menyamakan kedudukan gol 1-1 pada menit ke-34 lewat tusukan Devide Bartesaghi. Selanjutny,a pada menit ke-47, tuan rumah AC Milan berhasil unggul lebih dahulu yang d...

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...