Langsung ke konten utama

Politik Pro-Kotra Pemberian Gelar Pahlawan pada Soeharto

 

Foto hasil tangkapan layar dari ugm.ac.id

MENJUAL HARAPAN DI tengah riuh rendah politik Indonesia yang tak pernah sepi dari perdebatan, wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, kembali mencuat dan memecah opini publik. Usulan tersebut, bukanlah yang pertama, namun kali ini terasa lebih intens karena melibatkan aktor-aktor politik lintas partai, organisasi masyarakat, dan lembaga negara.

Di satu sisi, ada yang menganggap Soeharto sebagai tokoh pembangunan dan stabilitas nasional. Di sisi lain, banyak yang menolak keras, mengingat rekam jejak pelanggaran HAM dan praktik otoritarianisme selama 32 tahun masa Orde Baru.

Secara historis, Soeharto adalah figur sentral dalam transisi kekuasaan pasca-G30S 1965. Ia memimpin Indonesia melewati masa-masa genting, membangun infrastruktur, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Namun, sejarah juga mencatat represi politik, pembungkaman oposisi, dan pelanggaran HAM berat seperti Tragedi 1965-66, Petrus, dan kerusuhan Mei 1998. Amnesty International dan berbagai organisasi HAM menolak keras usulan gelar tersebut, menyebut bahwa pengakuan semacam itu berisiko mengaburkan luka sejarah (sumber: https://news.republika.co.id/berita/t4kt4d409/amnesty-international-tolak-soeharto-jadi-pahlawan-nasional-ini-alasannya).

Di ranah pemerintahan, Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengusulkan nama Soeharto bersama 39 tokoh lain kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Menurutnya, proses ini telah melalui kajian panjang oleh TP2GD dan Tim Pusat (sumber: https://jambi.tribunnews.com/news/1179726/alasan-guntur-romli-tolak-gelar-pahlawan-untuk-soeharto-politikus-pdip-singgung-pelanggaran-ham). Namun, politisi seperti Guntur Romli dari PDIP menyebut bahwa pengusulan ini seperti "ritual tahunan yang memecah belah masyarakat" dan menyarankan agar pemerintah fokus pada tokoh-tokoh yang tidak menimbulkan kontroversi( Sumber: https://www.kompas.tv/nasional/625103/guntur-romli-tolak-soeharto-jadi-pahlawan-nasional-banyak-calon-yang-tidak-kontroversi).

Ketua MPR RI Ahmad Muzani menyatakan bahwa dari sisi kelembagaan, Soeharto telah "clear" untuk menerima gelar tersebut, merujuk pada proses formal yang telah dijalani sesuai TAP MPR (Sumber: https://www.kompas.tv/nasional/625390/ahmad-muzani-soal-gelar-pahlawan-nasional-untuk-soeharto-mpr-periode-lalu-sudah-nyatakan-clear). Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: apakah legalitas administratif cukup untuk menghapus jejak moral dan historis dari masa Orde Baru? Di sinilah letak dilema politik dan etika yang mengemuka.

Pro-kontra ini mencerminkan pertarungan narasi antara memori kolektif dan rekonsiliasi sejarah. Bagi sebagian kalangan, Soeharto adalah simbol stabilitas dan kemajuan. Bagi yang lain, ia adalah representasi dari represi dan ketidakadilan. Dalam konteks epistemik, pemberian gelar pahlawan bukan sekadar penghargaan, melainkan penegasan atas versi sejarah yang ingin diwariskan kepada generasi mendatang.

Jika kita menilik praktik pemberian gelar pahlawan di negara lain, seperti Jerman atau Afrika Selatan, proses tersebut sering kali melibatkan pengakuan atas luka sejarah dan rekonsiliasi publik. Di Indonesia, proses ini masih cenderung elitis dan administratif, belum sepenuhnya melibatkan partisipasi masyarakat korban atau komunitas akademik yang kritis.

Pertanyaan mendasar yang perlu diajukan adalah: apakah bangsa ini telah berdamai dengan masa lalu? Apakah korban-korban Orde Baru telah mendapatkan keadilan dan ruang untuk bersuara? Tanpa proses rekonsiliasi yang inklusif, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto berisiko menjadi bentuk penghapusan sejarah dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai demokrasi.

Dalam konteks politik kekuasaan, wacana ini juga bisa dibaca sebagai strategi simbolik untuk mengonsolidasikan dukungan dari kelompok-kelompok konservatif dan militeristik. Gelar pahlawan bukan hanya soal penghargaan, tetapi juga legitimasi politik. 

Sebagai penutup, publik perlu terus mengawal proses ini dengan kritis dan reflektif. Sejarah bukan milik penguasa, melainkan milik rakyat. Gelar pahlawan harus menjadi cermin dari nilai-nilai keadilan, keberanian, dan pengorbanan—bukan sekadar alat politik untuk melanggengkan narasi dominan. Jika bangsa ini ingin maju, maka keberanian untuk menghadapi masa lalu secara jujur adalah syarat utama. (Silahudin, Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...

Persita Tangerang Gulingkan Trend Positif PSIM Yogyakarta

  MENJUAL HARAPAN - Pekan kedelapan BRI Super League 2025/2026, menjadi momen keberuntungan Persita Tangerang saat menjamu tim PSIM Yogyakarta yang berlangsung di Stadion Indomilk Arena, Tangerang, Jumat (17/10/2025). Pendekar Cisadane menggulingkan trend positif PSIM Yogyakarta dengan kemenangan 4-0. Eber Bessa menggolkan gol pembuka atas operan pemain setimnya Rayco Rodriguez   pada menit ke 23. K edudukan 1-0 ini tidak alami perubahan lagi hingga pertandingan turun minum. U sai istirahat, kedua kesebelasan kembali ke lapangan, tuan rumah Persita Tangerang yang sementara sudah unggul 1-0 atas PSIM Yogayarkta, tampak aksi-aksi serangannya terus menekan pertahanan tim lawan. S erangan demi serangan para pemain Pendekar Cisadane ini akhirnya kembali membobol gawang kiper PSIM pada meint ke-70 yang dicetak oleh Rayco Rodriguez . S udah unggul 2 gol, Persita Tangerang makin agresif melakukan serangan demi serangannya, kendati para pemain PSIM berusaha menghadangnya, namun hadanga...

Arema FC Sukses Bawa Pulang Tiga Poin dari Markas PSM Makasar

  MENJUAL HARAPAN - PSM Makasar di pekan kedelapan BRI Super League musim 2025/2026 menjamu Arema FC yang berlangsung tanding di Stadion Gelora BJ Habibie, pare-pare, Minggu (19/10/2025). K ick off babak pertama dimulai, PSM Makasar langsung tancap gas menekan pertahanan Arema FC, dan tekanan ke pertahanan Arema FC terus terjadi sehingga membuat para pemain Arema FC kewalahan menghadang gerakan para pemain PSM Makasar. S erangan demi serangan pemain tuan rumah yang terus terjadi di awal babak pertama ke pertahanan Singo Edan, akhirnya pertahanannya bobol juga pada menit ke-5. T uan rumah berhasil menggetarkan gawang kiper Arema FC yang dicetak oleh Victor Luiz. U nggul lebih dahulu, PSM Makasar tampak makin gereget untuk terus mencipta gol dengan aksi-aksi serangannya ke pertahanan Arema FC, namun hadangan demi hadangan para pemain Arema FC juga tidak kalah hebatnya menggagagalkannya. K edudukan 1-0 masih belum berubah hingga akhirnya babak pertama berakhir. B abak kedua dimulai, k...