Langsung ke konten utama

Konglomerasi dan Keadilan Sosial

  


MENJUAL HARAPAN - Tampak, dalam lanskap ekonomi Indonesia, konglomerasi telah menjadi simbol kekuatan kapital yang dominan. Mereka mendorong pertumbuhan ekonomi melalui investasi, inovasi, dan ekspansi pasar. Akan tetapi di sisi lain, konglomerasi juga menjadi aktor utama dalam memperlebar jurang ketimpangan sosial.

Oleh karena, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu berbanding lurus dengan pemerataan kesejahteraan. Seperti dikatakan oleh Jaya Suprana, “Pertumbuhan ekonomi menjadi primadona pembangunan jauh mengungguli pemerataan ekonomi sehingga jurang kesenjangan antara yang kaya dan miskin makin lebar menganga” (Kompas.com, 2024).

Konglomerasi merujuk pada kelompok perusahaan besar yang memiliki diversifikasi usaha lintas sektor. Di Indonesia, konglomerat seperti Salim Group, Astra, dan Sinar Mas telah menguasai sektor strategis seperti pangan, energi, dan keuangan. Dominasi ini bukan hanya ekonomi, tetapi juga politik dan sosial. Mihardi (2025) menyebut bahwa “Daftar 29 orang terkaya di Indonesia mencerminkan jurang ketimpangan ekonomi yang masih lebar di negeri kita”.

Ketimpangan

Menurut laporan Oxfam dan INFID (2023), kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan 100 juta penduduk termiskin. Data Bank Dunia (2022) menunjukkan bahwa 1% orang terkaya menguasai sekitar 40% total kekayaan nasional. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi lebih menguntungkan segelintir elite, bukan masyarakat luas.

Simon Kuznets dalam kurva terkenalnya menyatakan bahwa ketimpangan akan meningkat pada tahap awal pertumbuhan, lalu menurun seiring pembangunan yang matang. Namun, Indonesia tampaknya belum berhasil melewati fase awal tersebut. Ketimpangan justru semakin melebar, menunjukkan bahwa distribusi hasil pertumbuhan belum merata (Antara News, 2025).

Ketimpangan ekonomi tidak hanya soal pendapatan, tetapi juga akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang kerja. Anak-anak dari keluarga miskin sering kali kesulitan mengakses pendidikan berkualitas, yang membatasi mobilitas sosial mereka. Ketimpangan ini memperkuat siklus kemiskinan antar generasi (Good News From Indonesia, 2025).

Konglomerat sering kali memanfaatkan skala ekonomi untuk menguasai pasar dan menyingkirkan usaha kecil. KPPU mencatat lebih dari 50 kasus dugaan monopoli pada 2024. Hal ini bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pertumbuhan ekonomi yang terpusat di kota besar, seperti Jakarta, dan Surabaya, menciptakan ketimpangan wilayah. Daerah tertinggal seperti NTT dan Papua masih bergulat dengan kemiskinan struktural. Pemerataan pembangunan menjadi tantangan serius dalam mewujudkan keadilan sosial.

John Rawls dalam “A Theory of Justice” menyatakan bahwa keadilan adalah “fairness”, yaitu distribusi kekayaan dan kekuasaan harus menguntungkan yang paling lemah dalam masyarakat (Rawls, 1971). Prinsip ini menuntut agar ketimpangan hanya dibenarkan jika memperbaiki posisi mereka yang paling kurang beruntung.

Demokrasi ekonomi menekankan partisipasi masyarakat dalam proses produksi dan distribusi. Ini mencakup penguatan koperasi, UMKM, dan ekonomi kerakyatan. Afina Islah (2024) menyebut bahwa “Globalisasi yang seharusnya menjadi dorongan pertumbuhan inklusif justru memperburuk keadaan karena dominasi perusahaan besar”.

Karena itulah, salah satu solusi struktural adalah penerapan pajak kekayaan progresif. Pasal 23A UUD 1945 memberikan dasar konstitusional untuk ini. Pemerintah perlu memperkuat DJP (Direktorat Jenderal Pajak) untuk mengaudit kekayaan dan menindak pengemplang pajak secara tegas.

Perusahaan besar harus diwajibkan memiliki Dana Investasi Dampak Wajib dari keuntungan bersih. Ini bisa diarahkan untuk pendidikan, kesehatan, dan pembangunan desa. POJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Obligasi Hijau dan Sosial menjadi instrumen penting dalam hal ini.

Ketimpangan dan Stabilitas Sosial

Ketimpangan yang ekstrem dapat memicu kerawanan sosial, kriminalitas, dan ketidakstabilan politik. Ketika masyarakat merasa terpinggirkan, kepercayaan terhadap institusi negara menurun. Ini mengancam kohesi sosial dan keberlanjutan demokrasi.

Negara harus hadir sebagai penyeimbang kekuatan pasar. Ini mencakup regulasi ketat terhadap konglomerasi, perlindungan terhadap UMKM, dan kebijakan afirmatif untuk kelompok marginal. Tanpa intervensi negara, pasar bebas hanya akan memperkuat ketimpangan.

Konglomerat harus menginternalisasi etika bisnis dan tanggung jawab sosial. Keadilan sosial bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga moral. Seperti dikatakan oleh Rawls, “Institusi sosial harus diatur sedemikian rupa sehingga ketidaksetaraan bekerja untuk keuntungan semua orang” (Rawls, 1971).

Pendidikan kritis perlu dikembangkan untuk membangun kesadaran publik tentang struktur ketimpangan. Media, akademisi, dan komunitas sipil harus berperan aktif dalam mengadvokasi keadilan sosial dan mendekonstruksi narasi dominan tentang pertumbuhan.

Belajar dari negara lain, seperti China berhasil menekan ketimpangan melalui pajak progresif dan pembangunan pedesaan. Indonesia dapat belajar dari strategi ini, dengan menyesuaikan konteks lokal dan memperkuat kapasitas kelembagaan.

Ekonomi masa depan harus berbasis etika, partisipasi, dan keberlanjutan. Konglomerasi harus menjadi bagian dari solusi, bukan sumber masalah. Ini menuntut transformasi paradigma dari kapitalisme eksploitatif menuju ekonomi solidaritas.

Keadilan sosial bukan sekadar distribusi material, tetapi juga pengakuan, partisipasi, dan martabat. Seperti dikatakan oleh Amartya Sen, “Keadilan harus dilihat sebagai kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bernilai” (Sen, 2009).

Karenanya, mewujudkan Pancasila dalam ekonomi, dimana sila kelima Pancasila--Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, harus menjadi kompas moral dalam pembangunan ekonomi. Konglomerasi harus tunduk pada prinsip ini, bukan sebaliknya. Tanpa keadilan sosial, pertumbuhan hanyalah ilusi.*

 *) Silahudin, Pemerhati Sosial Poltik, Dosen Prodi Ilmu Administrasi Negara, FISIP Universitas Nurtanio Bandung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...

Persita Tangerang Gulingkan Trend Positif PSIM Yogyakarta

  MENJUAL HARAPAN - Pekan kedelapan BRI Super League 2025/2026, menjadi momen keberuntungan Persita Tangerang saat menjamu tim PSIM Yogyakarta yang berlangsung di Stadion Indomilk Arena, Tangerang, Jumat (17/10/2025). Pendekar Cisadane menggulingkan trend positif PSIM Yogyakarta dengan kemenangan 4-0. Eber Bessa menggolkan gol pembuka atas operan pemain setimnya Rayco Rodriguez   pada menit ke 23. K edudukan 1-0 ini tidak alami perubahan lagi hingga pertandingan turun minum. U sai istirahat, kedua kesebelasan kembali ke lapangan, tuan rumah Persita Tangerang yang sementara sudah unggul 1-0 atas PSIM Yogayarkta, tampak aksi-aksi serangannya terus menekan pertahanan tim lawan. S erangan demi serangan para pemain Pendekar Cisadane ini akhirnya kembali membobol gawang kiper PSIM pada meint ke-70 yang dicetak oleh Rayco Rodriguez . S udah unggul 2 gol, Persita Tangerang makin agresif melakukan serangan demi serangannya, kendati para pemain PSIM berusaha menghadangnya, namun hadanga...

Arema FC Sukses Bawa Pulang Tiga Poin dari Markas PSM Makasar

  MENJUAL HARAPAN - PSM Makasar di pekan kedelapan BRI Super League musim 2025/2026 menjamu Arema FC yang berlangsung tanding di Stadion Gelora BJ Habibie, pare-pare, Minggu (19/10/2025). K ick off babak pertama dimulai, PSM Makasar langsung tancap gas menekan pertahanan Arema FC, dan tekanan ke pertahanan Arema FC terus terjadi sehingga membuat para pemain Arema FC kewalahan menghadang gerakan para pemain PSM Makasar. S erangan demi serangan pemain tuan rumah yang terus terjadi di awal babak pertama ke pertahanan Singo Edan, akhirnya pertahanannya bobol juga pada menit ke-5. T uan rumah berhasil menggetarkan gawang kiper Arema FC yang dicetak oleh Victor Luiz. U nggul lebih dahulu, PSM Makasar tampak makin gereget untuk terus mencipta gol dengan aksi-aksi serangannya ke pertahanan Arema FC, namun hadangan demi hadangan para pemain Arema FC juga tidak kalah hebatnya menggagagalkannya. K edudukan 1-0 masih belum berubah hingga akhirnya babak pertama berakhir. B abak kedua dimulai, k...